Adab-adab hari Jum’at ini meliputi adab-adab hari Jum’at secara umum
maupun yang bersifat khusus terkait dengan shalat dan khuthbah pada hari
ini, diantaranya:
Pertama :
Mandi wajib (sebagaimana mandi junub).
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ.
"Jika seorang dari kalian ingin mendatangi (shalat) Jum’at, maka hendaklah dia mandi." [9]
الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ.
"Mandi hari Jum’at itu wajib atas setiap orang yang baligh."
[HR Muslim, no. 844 dari Abdullah bin Mas’ud]
Sebagian ulama mewajibkan mandi Jum’at ini berdalil, diantaranya
berdasarkan dengan dua hadits di atas. Dan sebagian berpendapat, bahwa
mandi Jum’at adalah sunnah muakkadah, tidak wajib, berdalil dengan kisah
Utsman bin Affan dengan Umar Radhiyallahu 'anhu sebagaimana diceritakan
oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu,
بَيْنَمَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
إِذْ دَخَلَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانٍ فَعَرَضَ بِهِ عُمَرُ، فَقَالَ: مَا
بَالُ رِجَالٍ يَتَأَخَّرُوْنَ بَعْدَ النِّدَاءِ؟! فَقَالَ عُثْمَانُ: يَا
أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، مَا زِدْتُ حِيْنَ سَمِعْتُ النِّدَاءَ أَنْ
تَوَضَّأْتُ ثُمَّ أَقْبَلْتُ، فَقَالَ عُمَرُ: وَالْوُضُوْءُ أَيْضاً،
أَلَمْ تَسْمَعُوْا رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ
إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ.
"Ketika Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkhuthbah di hadapan
manusia pada hari Jum’at, seketika Utsman bin Affan masuk (masjid),
karena itu Umar Radhiyallahu 'anhu kemudian berkata,”Apakah gerangan
yang menyebabkan orang-orang terlambat (datang) setelah panggilan
(adzan)?” Utsman Radhiyallahu 'anhu menjawab,”Wahai, Amirul Mukminin.
Aku tidak lebih sedang berwudhu ketika aku mendengar panggilan (adzan),
kemudian saya datang.” Umar berkata,”Cuma berwudhu? Tidakkah engkau
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Jika salah
seorang dari kalian mendatangi (shalat) Jum’at, maka hendaklah dia
mandi?’.”[HR Muslim, no. 845]
Pada kisah tersebut Umar Radhiyallahu 'anhu, tidak kemudian menyuruh
Utsman Radhiyallahu 'anhu mandi, tetapi membiarkannya dalam keadaannya,
dan ini menunjukkan bahwa perintah dalam hadits-hadits di atas hanyalah
bersifat anjuran. Namun yang lebih selamat bagi kita, hendaknya kita
mandi. Dengan demikian kita telah keluar dari perselisihan. Wallahu
a’lam. Dan bagi wanita yang ingin ikut hadir dalam shalat Jum’at, juga
dianjurkan untuk mandi, tetapi tidak memakai wewangian ketika keluar
menuju masjid.
Kedua :
Memakai wewangian dan pakaian terbagus yang dimiliki.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ
مِنْ طُهْرٍ وَيُدَهِّنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيْبِ بَيْتِهِ
ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يَفْرُقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ
لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا
بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى.
"Tidaklah seseorang mandi dan bersuci semampunya pada hari Jum’at, dan
menggosok (badannya) dengan minyak (zaitun atau semisalnya) atau memakai
wewangian dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid) dan tidak
memisahkan antara dua orang (melangkahi orang-orang yang sedang duduk),
kemudian mengerjakan shalat sesuai kesanggupannya [Yakni shalat sunnat mutlak sebelum datangnya imam, bukan shalat
sunnah qabliyah (rawatib) Jum’at. Dan yang ada hanya shalat sunnah
(rawatib) ba’diyah (setelah) Jum’at dua raka’at, atau empat raka’at atau
maksimal enam raka’at], kemudian diam
seksama bila imam berkhuthbah, melainkan akan diampuni dosanya antara
hari Jum’at tersebut dengan Jum’at yang lain (sebelumnya)."[HR
Al-Bukhari, no. 843]
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ
وَمَسَّ مِنْ طِيْبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلَمْ
يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسَ ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ ثُمَّ
أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يَخْلُوَ مِنْ صَلاَتِهِ كَانَتْ
كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْجُمْعَةِ الَّتِيْ قَبْلَهَا.
"Barangsiapa mandi pada hari Jum’at, memakai pakaiannya yang terbagus
dan memakai wewangian jika punya, kemudian mendatangi (shalat) Jum’at
tanpa melangkahi orang-orang (yang sedang duduk), kemudian shalat
(sunnah mutlak) sekuat kemampuan (yang Allah berikan padanya), kemudian
diam seksama apabila imamnya datang (untuk berkhuthbah) sampai selesai
shalatnya, maka itu menjadi penghapus dosa-dosa antara hari Jum’at
tersebut dengan Jum’at yang sebelumnya."
[HR Muslim, no. 846, dari Abu Sa’id Al Khudri]
Ketiga :
Menyegerakan diri datang ke masjid sebelum tiba waktu shalat.
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ
فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ
فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ
فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشاً أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ
الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ
الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ اْلإِمَامُ
حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.
"Barangsiapa mandi pada hari jum’at seperti mandi junub kemudian
bersegera (menuju masjid), maka seolah-olah berkurban dengan seekor
unta; barangsiapa datang pada saat kedua, maka seolah-olah berkurban
dengan seekor sapi; barangsiapa yang datang pada saat ketiga, maka
seolah-olah berkurban dengan domba jantan (yang bertanduk besar);
barangsiapa datang pada saat keempat, maka seolah-olah berkurban dengan
seekor ayam; dan barangsiapa datang pada saat kelima, maka seolah-olah
berkurban dengan sebutir telur; kemudian jika imam datang para malaikat
hadir untuk mendengarkan peringatan (khutbah).”{HR Al-Bukhari, no. 841 ;
Muslim, no. 850]
Dalam riwayat lain Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا كَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ
الْمَسْجِدِ مَلاَئِكَةٌ يَكْتُبُوْنَ اْلأَوَّلَ فَاْلأَوَّلَ، فَإِذَا
جَلَسَ اْلإِمَامُ طَوَوا الصُّحُفَ وَجَاؤُوا يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.
"Bila datang hari Jum’at, maka para malaikat (berdiri) di setiap pintu
masjid mencatat yang datang pertama dan berikutnya. Kemudian bila imam
duduk (di atas mimbar) mereka menutup lembaran-lembaran catatan
tersebut, dan hadir mendengarkan peringatan (khuthbah)." [HR Al-Bukhari,
no. 30309 ; Muslim, no. 850]
Keempat :
Berjalan menuju masjid dengan tenang dan perlahan (tidak terburu-buru).
Berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِذَا سَمِعْتُمُ اْلإِقَامَةَ فَامْشُوْا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ وَالْوَقَارِ.
"Jika kalian mendengar iqamat, maka berjalanlah menuju shalat dengan tenang dan perlahan-lahan (tidak terburu-buru."
[HR Abu Dawud, no. 343. Lihat Shahih Al Jami’, no. 6066.]
Kelima : Menunaikan shalat tahiyyatul masjid ketika masuk masjid sebelum duduk, meskipun imam sedang berkhuthbah.
Berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ.
"Jika seorang dari kalian masuk masjid, maka shalatlah dua raka’at sebelum ia duduk." [HR Al-Bukhari, no.433 ; Muslim, no. 714]
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيْهِمَا.
"Jika seorang dari kalian datang (untuk) pada hari Jum’at sementara imam
sedang berkhuthbah, maka shalatlh dua raka’at, dan ringankanlah
shalatnya tersebut."[HR Al-Bukhari, no. 1113 ; Muslim, no. 875, dan ini
lafadznya]
Keenam :
Mendekati imam untuk mendengarkan khutbahnya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
احْضُرُوا الذِّكْرَ وَادْنُوْا مِنَ اْلإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ لاَ
يَزَالُ يَتَبَاعَدُ حَتَّى يُؤَخَّرُ فِي الْجَنَّةِ وَإِنْ دَخَلَهَا.
"Hadirilah khutbah dan mendekatlah kepada imam (khatib), karena
seseorang yang terus menjauh (dari imam), sehingga dia akan diakhirkan
(masuk) ke dalam surga meskipun ia (akan) memasukinya."
[HR Abu Dawud, no. 1108; Ahmad, V/11. Lihat Shahih Al Jami’, no.200]
Dan ketika imam sedang berkhutbah, hendaknya seseorang mendengar dengan
seksama, tidak berbicara dengan yang lain atau disibukkan dengan selain
mendengar khutbah. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ.
"Jika kamu berkata kepada temanmu “diam” ketika imam berkhutbah, maka
kamu telah berbuat sia-sia (yakni rusak pahala Jum’atnya)." [HR
Al-Bukhari, no. 892 ; Muslim, no. 851]
Ketujuh:
Memperbanyak shalawat dan salam atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam..
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ –إلى قوله-
فَأَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ
مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ؛ قَالَ: قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ
تُعْرَضُ صَلاَتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ –يَقُوْلُوْنَ: بَلَيْتَ؛
فَقَالَ: إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى اْلأَرْضِ أَجْسَادَ اْلأَنْبِيَاءِ.
“Sesungguhnya seutama-utama hari kalian adalah hari Jum’at” -sampai
sabdanya- “Maka perbanyaklah shalawat atasku pada hari ini, karena
shalawat kalian akan disampaikan kepadaku.” (Perawi) berkata, (Para
sahabat) bertanya,”Wahai, Rasulullah. Bagaimana shalawat kami akan
disampaikan kepadamu, padahal engkau telah menjadi tanah?” Rasulullah
menjawab,”Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi (memakan) jasad para
nabi.”
[HR Abu Dawud, no. 1047 dan 1531. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud]
Kedelapan :
Memperbanyak do’a dengan mengharap saat-saat terkabulnya do’a, terutama pada akhir siang hari Jum’at setelah Ashar.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam hadits yang telah lalu,
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوْجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ
مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئاً إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ،
فَالْتَمِسُوْهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ.
"(Siang) hari Jum’at itu dua belas jam. Tidaklah didapati seorang hamba
muslim pada jam-jam ini meminta sesuatu kepada Allah, melainkan Allah
akan memberinya. Maka carilah pada akahir saat-saat tersebut setelah
Ashar."
Oleh
Ustadz Arief Syarifuddin Lc
artikel : www.al.manhaj.or.id